Minggu, 12 Juni 2016

tugas review jurnal SIG

NAMA : SOFYAN                                        E1I013017
             : LUKMAN GERU NUGROHO    E1I013018

TINGKAT KEKRITISAN DAN KESESUAIAN LAHAN MANGROVE
DI KABUPATEN SAMPANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Firman Farid Muhsoni, Mahfud Efendy, Haryo Triajei1, Aries Dwi Siswanto,
Indah Wahyuni Abida
Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi kondisi kekritisan dan kesesuaian lahan mangrove di kabupaten Sampang. Tahap pekerjaan: (1) tahap persiapan; (2) proses pengolahan citra; (3) cek lapangan; (4) analisis data; (5) uji akurasi; dan (6) hasil analisis. Penentuan tingkat kekritisan dan kesesuaian lahan dengan menggunakan pemodelan SIG dengan model indeks. Hasil analisis citra mendapatkan mangrove di Kabupaten Sampang mencapai 914,54 Ha, yang tersebar di 6 Kecamatan. Tingkat kekritisan mendapatkan mangrove dalam kondisi rusak 600,8 Ha (65,7%), mangrove dalam kondisi baik 292,5 Ha (32%) dan mangrove dalam kondisi rusak berat 21,1 Ha (2,3%). Mangrove dalam kondisi tidak rusak sebagian besar terdapat di Kecamatan Sampang mencapai 109,6 Ha atau 11,98%. Mangrove kondisi rusak sebagian besar di Kecamatan Sreseh (39,39 Ha atau 39,39%), mangrove dalam kondisi rusak berat sebagian besar di Kecamatan Sreseh (11,1 ha atau 1,21%). Kesesuaian lahan mangrove mendapatkan lahan yang sesuai untuk mangrove seluas282,9 Ha (30,9%), cukup sesuai untuk lahan mangrove 624,1 Ha (68,2%) dan sesuai bersyarat mencapai 7,6 Ha (0,8%). Daerah yang sangat sesuai sebagian besar di Kecamatan Sampang (155 Ha).

PENDAHULUAN
Keberadaan ekosistem mangrove di Kabupaten sampang banyak dijumpai di perairan pantai selatan dibandingkan di perairan pantai utara. Di perairan pantai selatan tumbuh memanjang dari timur ke barat yaitu dari Kecamatan Camplong, Kecamatan Sampang, Kecamatan Pangarengan, dan Kecamatan Sreseh. Hutan ini juga tumbuh baik di Kecamatan Jrengik.
Departemen kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jratun (2006) menjelaskan bahwa penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : (1) Penilaian dengan menggunakan teknologi GIS (Geographic Information System) dan inderaja (citra satelit); (2) Penilaian secara langsung di lapangan (terestris); dan (3) Kriteria-kriteria penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove berdasarkan faktor sosial ekonomi. Sedangkan Hasil penelitian Faizal dan Faizal (2005) berjudul model transformasi indeks vegetasi yang efektif untuk prediksi kerapatan mangrove Rhizophora mucronata. Mendapatkan hasil Transfromasi NDVI merupakan transformasi yang paling efektif digunakan untuk monitoring kondisi dan kerapatan mangrove Rhizophora mucronata.
Citra satelit juga dipergunakan untuk monitoring mangrove seperti dalam penelitian Alam et. al (2005). Dalam penelitian ini melakukan monitoring perubahan luasan mangrove di sekitar Pasir Putih Situbondo dari tahun 2000 sampai 2002, dengan mengunakan citra satelit Landsat ETM+. Budhiman dan Hasyim (2005) juga melakukan pemetaan sebaran mangrove, padang lamun, dan terumbu karang menggunakan data penginderaan jauh di wilayah pesisir laut Arafura. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Landsat 7.

Tujuan :
Tujuan dari penelitianini adalah untuk mengetahui tingkat kekritisan dan kesesuaian lahan mangrove di kabupaten Sampang dengan menggunakan sistem informasi geografis


METODOLOGI

Dalam jurnal “Tingkat Kekritisan Dan Kesesuaian Lahan Mangrove Di Kabupaten Sampan Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis” menggunakan citra IKONOS dan ALOS yang mana Cara kerja dan analisis data dilakukan dengan menggunakan enam tahap pekerjaan yaitu : (1) tahap persiapan; (2) proses pengolahan citra; (3) cek lapangan; (4) analisis data; (5) uji akurasi; dan (6) hasil analisis. Alur penelitian dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.


Sedangkan untuk jurnal pembanding dengan judul “ Aplikasi Penginderaan Jauh Dan SIG Untuk Penatagunaan Lahan Mangrove Di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara” menggunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ yang mana cara kerja dan analisis data dilakukan dengan cara pada alur penelitian dibawah ini :


Kritik jurnal
Dalam penyajian diagram alir pada kedua penelitian diatas. Menurut kelompok kami alur penelitian pada jurnal utama lebih baik daripada jurnal pembanding. Karena pada jurnal utama, dijelaskan secara detail apa saja yang dilakukan selama penelitian baik itu dari tahap persiapan, cek lapangan hingga hasil analisis. Selain itu diagram alir pada jurnal utama diberi warna antara data input, proses dan output sehingga pembaca lebih cepat memahami diagram alir ini.
Sedangkan pada jurnal pembanding menurut kelompok kami sudah cukup baik , akan tetapi penjelasan pada diagram alir sulit dipahami dan tidak terlalu detail. Selain itu tidak dibedakan / tidak diberi warna antara data input,proses dan output sehingga pembaca sulit memahaminya

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan citra satelit dalam kesesuaian dan penggunaan lahan mangrove untuk jurnal “Tingkat Kekritisan Dan Kesesuaian Lahan Mangrove Di Kabupaten Sampan Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis” menggunakan citra IKONOS dan ALOS dihasilkan peta sebgai berikut :


Sedangkan dalam jurnal pemanding dengan judul “ Aplikasi Penginderaan Jauh Dan SIG Untuk Penatagunaan Lahan Mangrove Di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara” menggunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+, dihasilkan peta sebagai berikut :


Berdasarkan hasil dari kedua overlay peta diatas, pada peta jurnal utama kurang jelasnya informasi yang disampaikan pada peta , baik itu lokasi yang mangrove sedang kritis dan lokasi kesesuaian lahan mangrovenya. Sebaiknya pada peta peta diberi tanda atau warna yang jelas antara kesesuaian lahan dan tingkat kekritisannya agar informasi yang disampaikan pada peta dapat dipahami oleh pembaca. Selain itu kurangnya atribut peta yang ditunjukan pada peta yang membuat pembaca semakin sulit memahaminya.
atribut yang paling lengkap dan paling jelas membaca petanya unutuk kesesuaian lahan mangrove adalah menggunakan citra landsat 7ETM+ pada jurnal pembanding. Karena memiliki atribut . selain itu overlay peta mudah dipahami Karena pembuat peta membedakan warna yang mana hutan mangrove, persawahan,hutan lindung dan perencanaan tata ruang mangrove.


KESIMPULAN
            Dari kedua jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa peta yang dihasilkan dari citra Landsat 7ETM+ dan citra IKONOS dan ALOS memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Untuk penggunaan landsat 7 ETM+ memiliki kelebihan kelengkapan atribut dan warnanya jelas dapat dibedakan seperti warna untuk ekosistem mangrove, daratan dan lautan. Sedangkan untuk kekurangannya terlalu rumit untuk dibaca karena warnaya yang banyak, perlu ketelitian yang lebih untuk seseorang memahami peta ini. Sedangkan penggunaan citra satelit IKONOS dan ALOS memiliki kelebihan jangkauan luasan pengambilan daerahnya lebih luas. Sedangkan kekurangannya rumitnya memahami data yang dihasillkan seperti warna untuk membedakan warna mangrove,daratan dan lautan sehingga untuk memahami peta seperti ini harus teliti.

DAFTAR PUSTAKA

Alam, R.D., Muljo, B., Chatarina, 2005. Monitoring dan evaluasi Kawasan Hutan Mangrove di
Daerah Pasir Putih Kabupaten Situbondo dengan Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal. Geoid, Vol. 1, No. 1.ITS. Surabaya.
Atmanegara.A, 2009. Aplikasi Penginderaan Jauh Dan SIG Untuk Penatagunaan Lahan
Mangrove Dikabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara
Budhiman, S. dan Hasyim, B. 2005. Pemetaan Sebaran Mangrove, Padang Lamun, dan Terumbu
Karang Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Wilayah Pesisir Laut Arafura. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Faizal, A. and Amran, M.A., 2005, Model Transformasi Indeks Vegetasi yang Efektif untuk
Prediksi Kerapatan Mangrove RhizophoraMucronata. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Jratun, 2006. Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove Wilayah Balai Pengelolaan DAS Pemali
Jratun Propinsi JawaTimur. Departemen kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jratun
Muhsoni, Dkk, 2013. Tingkat Kekritisan Dan Kesesuaian Lahan Mangrove Dikabupaten Sampan
Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Universitas Trunjoyo Madura. Madura


Minggu, 17 April 2016

Jenis Data-Data Dalam SIG

NAMA : SOFYAN
NPM     : E1I013017
PROGRAM STUDI : ILMU KELAUTAN

Sebutkan Pengertian Dari :
·         Data Vektor
·         Data Raster
·         Data Atribut
Sebutkan Kelebihan Dan Kekurangan Data Vektor Dan Data Raster ;

JAWAB :
-          Data vektor adalah data yang menampilkan pola keruangan dalam bentuk titik, garis, kurva atau poligon. Data vektor sangat baik untuk merepresentasikan fitur-fitur jaringan jalan, gedung, rel kereta dan letak koordinat. Kelemahan data ini adalah ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan fenomena yang bersifat gradual.

-          Data raster adalah data yang menampilkan sisi ruang bumi dalam bentuk pixel (picture element) yang membentuk grid/petak dan dihasilkan dari penginderaan jauh. Pada data raster, resolusi tergantung pada ukuran pixel-nya. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan maka akan semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk menggambarkan keadaan jenis tanah, vegetasi dan kelembaban tanah. Kelemahan data raster terletak pada besarnya ukuran file, semakin tinggi resolusi gambar maka ukuran file akan semakin besar.

-          Data Atribut (deskripsi) adalah data yang mempresentasikan aspek-aspek dekripsi/penjelasan dari suatu fenomena di permukaan bumi dalam bentuk kata-kata, angka atau tabel. Contoh data atribut misalnya kepadatan penduduk, jenis tanah, dan lainnya.

-          bentuk-bentuk data atribut:
1.      data kuantitatif (angka-angka/statistik), contoh: jumlah penduduk

2.      data kualitatif (kualitas/mutu), contoh: tingkat kesuburan tanah

- Kelebihan dan Kekurangan Data Raster dan Data Vektor :
·         Kelebihan Data Raster:
a)      Memiliki struktur data yang sederhana
b)      Mudah dimanipulasi dengan menggunakan fungsi-fungsi matematis sederhana
c)      Teknologi yang digunakan cukup murah dan tidak begitu kompleks sehingga pengguna dapat membuat sendiri program aplikasi yang mengunakan citra raster.
d)     Compatible dengan citra-citra satelit penginderaan jauh dan semua image hasil scanning data spasial.
e)       Overlay dan kombinasi data raster dengan data inderaja mudah dilakukan
f)       Memiliki kemampuan-kemampuan permodelan dan analisis spasial tingkat lanjut
g)       Metode untuk mendapatkan citra raster lebih mudah
h)       Gambarab permukaan bumi dalam bentuk citra raster yang didapat dari radar atau satelit penginderaan jauh selalu lebih actual dari pada bentuk vektornya
i)        Prosedur untuk memperoleh data dalam bentuk raster lebih mudah, sederhana dan murah.
j)         Harga system perangkat lunak aplikasinya cenderung lebih murah.

·         Kekurangan Data Raster :
a)      Secara umum memerlukan ruang atau tempat menyimpan (disk) yang besar dalam computer, banyak terjadi redudacy data baik untuk setiap layer-nya maupun secara keseluruhan.
b)      Penggunaan sel atau ukuran grid yang lebiih besar untuk menghemat ruang penyimpanan akan menyebabkan kehilangan informasi dan ketelitian.
c)      Sebuah citra raster hanya mengandung satu tematik saja sehingga sulit digabungkan dengan atribut-atribut lainnya dalam satu layer.
d)     Tampilan atau representasi dan akurasi posisi sangat bergantung pada ukuran pikselnya (resolusi spasial).
e)      Sering mengalami kesalahan dalam menggambarkan bentuk dan garis batas suatu objek, sangat bergantung pada resolusi spasial dan toleransi yang diberikan.
f)       Transformasi koordinat dan proyeksi lebih sulit dilakukan
g)      Sangat sulit untuk merepresentasikan hubungan topologi (juga network).
h)      Metode untuk mendapatkan format data vector melalui proses yang lama, cukup melelahkan dan relative mahal.
Kelebihan Data Vektor :
a)      Memerlukan ruang atau tempat menyimpan yang lebih sedikit di computer.
b)      Satu layer dapat dikaitkan dengan atau mengunakan atribut sehingga dapat menghemat ruang penyimpanan secara keseluruhan.
c)      Dengan banyak atribut yang banyak dikandung oleh satu layer, banyak peta tematik lain yang dapat dihasilkan sebagai peta turunannya.
d)     Hubungan topologi dan network dapat dilakukan dengan mudah.
e)      Memiliki resolusi spasial yang tinggi.
f)       Representasi grafis data spasialnya sangat mirip dengan peta garis buatan tangan manusia.
g)      Memiliki batas-batas yang teliti, tegas dan jelas sehingga sangat baik untuk pembuatan peta-peta administrasi dan persil tanah milik.
h)      Transformasi koordinat dan proyeksi tidak sulit dilakukan.
Kekurangan Data Vektor :
a)      Memiliki struktur data yang kompleks.
b)      Datanya tidak mudah untuk dimanipulasi.
c)      Pengguna tidak mudah berkreasi untuk membuat programnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan aplikasinya. Hali ini disebabkan oleh struktur data vector yang lebih kompleks dan prosedur fungsi dan analisisnya memerlukan kemampuan tinggi karena lebih sulit. Pengguna harus membeli system perangkat lunaknya karena teknologinya masih mahal. Prosedurnyapun terkadang lebih sulit.
d)     Karena proses keseluruhan untuk mendapatkannya lebih lama, peta vector seringkali mengalami out of date atau kadaluarsa.
e)      Memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak yang lebih mahal.
f)       Overlay beberapa layers vector secara simultan memerlukan waktu yang relative lama.


DAFTAR PUSTAKA

Nuarsa IW. 2005. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial Dengan Software ARCVIEW GIS 3.3 untuk Pemula. Jakarta: PT Alex Media Computindo.

Prahasta,  Eddy.  2005.  Konsep  -  Konsep  Dasar  Sistem  Informasi    Geografis. Bandung : CV. Informatika.

Yousman, Yeyep. 2004. Sistem Informasi Geografis dengan ArcView3.3 Professional Yogyakarta: Andi Offset